THE BEST SIDE OF KUMPULAN CERPEN FIKSI

The best Side of Kumpulan Cerpen Fiksi

The best Side of Kumpulan Cerpen Fiksi

Blog Article

Dengan legging dan kaus ia berenang ke laut, padahal waktu itu sudah hampir malam. Aku terus menunggu dengan cemas. Sampai seorang nelayan datang menghampiriku.

Hutan yang mereka jelajahi sangatlah rimbun. Di sore menjelang malam, mereka belum juga sampai di spot perkemahan. Tanpa beristirahat, mereka pun melanjutkan langkah kaki yang masih penuh semangat.

Banu memilih opsi pertama, memutuskan untuk bersantai di rumah, namun dia selalu merasa tidak puas dengan liburannya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberi pengertian kepada anak-anaknya agar jangan hanya memikirkan diri sendiri. 

An Li terjatuh lemas. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya saat itu. Andai saja ia tidak mendengar percakapan tentang harta yang bisa dilipatgandakan.

Engkau kumpulkan sisa-sisa tenagamu untuk membawaku ke dunia yang muram ini. Engkau memilih kelaparan agar aku kenyang.

Setelah makan malam, ayah dan ibu bertanya kepadaku bagaimana hari pertamaku sekolah berlangsung. Aku bercerita kepada mereka bahwa aku dan siswa-siswa lainnya salah masuk kelas.

Si bos mengeluarkan dompetnya dan mengambil dua lembar uang a hundred ribu-an. Ia mengulurkannya pada si pemuda, "Ini gajimu untuk dua minggu dan cepat pergi dari sana. Aku tak mau melihatmu lagi!"

“Ika, kedatanganku sama keluarga ingin mengajakmu kembali bersekolah sekaligus ikut kami ke Jakarta lagi.” kata Riska.

Aku pergi jalan-jalan dengan Ayah dan langsung tertarik dengan kacamata warna-warni yang dijual tersebut.

Sambil kuliah dia bekerja di rumah makan sebagai pelayan. Suatu malam ketika dia pulang kerja dia melihat pengemis renta yang masih menengadahkan tangannya. Dinginnya malam tidak membuat pengemis tersebut terhentak untuk pulang. Rena teringat pada nenek yang telah menjaganya saat kedua orang tuanya telah menghadap sang pencipta.

Saya memikirkan ini sebagai contoh simbiosis mutualisme. Kami memberikan satu sama lain, tanpa perlu sadar menerima.

Meski begitu, Topan tetap semangat dan rajin membaca dari buku-buku yang ia pinjam dari temannya. Keesokan harinya sepulangnya dari menggembalakan kambing, ibu Topan keluar dari rumah dan langsung memeluk Topan. Katanya, Topan mendapat undangan untuk masuk ke Cerpen Fiksi sekolah dengan biaya yang free of charge.

“Wah mahal amat?” si ibu komplen dengan raut wajah yang seramdisekanya keringat yang sudah menjagung.

Report this page